Suriah Bangkit, Industri Kapal Lokal Menjanjikan
TARTUS – Sebuah keluarga di wilayah pesisir Suriah tengah mencuri perhatian publik setelah nyaris merampungkan pembangunan kapal laut pertama buatan lokal dengan spesifikasi Eropa. Proyek ambisius ini dinilai sebagai tonggak kebangkitan industri perkapalan Suriah yang selama ini tertidur akibat konflik berkepanjangan.
Kapal tersebut dibangun di provinsi Tartus oleh Hussam Abu Al-Nasr, seorang ahli besi kapal berpengalaman yang telah malang melintang di bidang perbaikan kapal selama lebih dari empat dekade. Ia dibantu oleh dua anak laki-lakinya serta sekitar dua belas pekerja terampil di bengkelnya.
Kapal yang sedang dirampungkan ini dirancang memiliki daya angkut hingga 300 ton dan kecepatan mencapai 20 mil laut per jam. Spesifikasinya mengikuti standar kapal modern Eropa, baik dari segi desain maupun kelengkapan teknis.
Kapal ini memiliki dua dek utama, ditambah satu dek khusus yang menampung ruang kemudi, ruang mesin, serta fasilitas awak kapal. Di dalamnya terdapat pula ruang khusus untuk sang kapten, menjadikan kapal ini tidak sekadar fungsional, tapi juga nyaman untuk pelayaran jarak jauh.
Menurut Hussam, proyek ini bukan semata soal kebanggaan pribadi, melainkan juga tentang membuktikan bahwa tenaga kerja Suriah mampu bersaing di tingkat global, bahkan dalam industri berat sekalipun. Ia berharap pencapaian ini menjadi contoh yang dapat menginspirasi pengembangan lebih lanjut di sektor perkapalan.
Dengan lisensi resmi dalam bidang pembangunan dan perbaikan kapal, Hussam optimistis bahwa Suriah dapat membangun kapal dengan kapasitas hingga 10.000 ton. Namun, ia menekankan pentingnya dukungan infrastruktur, terutama pembangunan galangan kapal atau dry dock di sepanjang pesisir Suriah.
Pesisir Tartus, kata dia, memiliki luas wilayah yang cukup strategis untuk dijadikan pusat pembangunan kapal nasional. Apabila difasilitasi secara tepat, wilayah ini bisa menjadi tulang punggung industri maritim Suriah dalam satu dekade ke depan.
Industri perkapalan bukan hanya akan mendukung transportasi laut domestik dan ekspor, tetapi juga membuka ribuan lapangan kerja baru bagi para tenaga ahli dan lulusan teknis yang kini kesulitan mencari peluang di dalam negeri.
Kondisi pascaperang yang mulai stabil memberikan momentum yang tepat bagi pemerintah Suriah untuk menjadikan sektor maritim sebagai prioritas pembangunan. Terlebih, Suriah memiliki garis pantai yang panjang dan berbatasan langsung dengan rute pelayaran internasional di Laut Tengah.
Namun, proyek ambisius ini juga menghadapi tantangan berat. Salah satu kendala utama yang dialami keluarga Abu Al-Nasr adalah keterbatasan alat-alat teknis khusus, terutama untuk ruang kemudi kapal, yang hingga kini masih harus diimpor dari luar negeri.
Muhammad, putra Hussam yang bertanggung jawab atas mesin dan sistem teknis kapal, menyebutkan bahwa kapal ini ditenagai mesin berkekuatan 600 tenaga kuda laut. Daya tersebut memungkinkan kapal berlayar dengan stabil dan efisien, bahkan dalam kondisi laut yang menantang.
Pembuatan kapal ini sudah dimulai sejak tahun 2014, namun sempat tertunda akibat konflik dan embargo. Meski begitu, keluarga ini terus berinovasi dan berusaha keras menyelesaikan proyek dengan bahan dan alat yang tersedia secara lokal.
Dukungan dari komunitas lokal di Tartus juga menjadi faktor penting keberhasilan proyek ini. Banyak warga yang ikut membantu atau memberikan semangat agar kapal ini bisa segera mengarungi laut sebagai simbol kebangkitan industri nasional.
Jika kapal ini berhasil diuji coba dan dioperasikan dengan baik, maka peluang untuk produksi massal terbuka lebar. Suriah bahkan dapat mengekspor kapal buatan lokal ke negara-negara tetangga yang membutuhkan armada laut tambahan dengan harga lebih terjangkau.
Untuk mewujudkan hal itu, para pelaku industri menyerukan kerja sama lintas sektor, termasuk keterlibatan investor swasta, universitas teknik, serta kementerian terkait guna menciptakan ekosistem industri perkapalan yang berkelanjutan.
Membangun industri maritim yang kuat membutuhkan lebih dari sekadar keterampilan. Dibutuhkan pula kebijakan fiskal yang mendukung, pelatihan tenaga kerja secara berkala, serta modernisasi peralatan di bengkel-bengkel lokal seperti milik Abu Al-Nasr.
Hussam percaya bahwa jika pemerintah mulai berinvestasi sejak 2025, maka dalam kurun waktu sepuluh tahun, Suriah bisa menjadi pusat produksi kapal regional yang tidak hanya mandiri tetapi juga berdaya saing tinggi di pasar internasional.
Lebih jauh lagi, industri ini dapat menjadi bagian dari strategi pemulihan ekonomi nasional pascaperang, dengan menyasar sektor-sektor pendukung seperti logistik laut, pariwisata bahari, dan ekspor hasil perikanan.
Proyek keluarga Abu Al-Nasr mungkin baru langkah awal, tetapi ia telah membuka cakrawala baru bagi Suriah. Negeri yang selama ini identik dengan konflik kini mulai memperlihatkan wajah lain: bangsa yang siap berlayar ke masa depan.
Dibuat oleh AI, lihat info lain
Post a Comment