Cipta Kondisi di Tengah Teror Israel ke Iran
Ketegangan Iran dan Israel kembali memanas dalam skenario yang sejak awal diduga kuat telah diatur sedemikian rupa oleh kekuatan-kekuatan besar, termasuk mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Belakangan, berbagai manuver politik, militer, hingga kampanye informasi dan sensor internet disebut sebagai bagian dari ‘cipta kondisi’ untuk memuluskan agresi Israel ke wilayah Iran. Trump dan para sekutunya dinilai memainkan peran sentral di balik ketegangan yang kini mengancam stabilitas kawasan.
Salah satu indikasi kuatnya ialah ketika Trump terang-terangan mengancam Iran melalui akun Truth Social miliknya. Dalam unggahan itu, Trump menyatakan bahwa bila Iran menyerang dalam bentuk apapun, kekuatan militer AS akan membalas dengan kekuatan "yang belum pernah disaksikan dunia sebelumnya". Pernyataan tersebut dilontarkan saat situasi lapangan tengah genting akibat rentetan serangan balasan antara Iran dan Israel yang terjadi selama akhir pekan.
Tidak hanya itu, dugaan skenario terencana ini juga terlihat dari upaya Trump dkk membungkam upaya hukum internasional. Beberapa waktu lalu, sejumlah pejabat AS terang-terangan memasukkan beberapa hakim pengadilan internasional ke dalam daftar hitam lantaran berencana menyelidiki dugaan genosida Israel terhadap rakyat Gaza, Palestina. Langkah intimidasi itu dinilai sebagai cara untuk menghindari sanksi hukum internasional sekaligus menjaga citra Israel di hadapan komunitas global.
Seiring ketegangan meningkat, AS bersama Israel terus memainkan skenario ‘negosiasi pura-pura’ soal nuklir Iran. Perundingan yang selama ini digelar kerap berujung tanpa hasil nyata dan dianggap lebih sebagai taktik pengalih isu serta untuk mengulur waktu seraya mengumpulkan data intelijen terkait program nuklir Iran. Hal ini makin diperparah dengan dukungan teknologi dan informasi dari perusahaan-perusahaan besar AS yang secara tidak langsung terlibat dalam konflik.
Salah satu peristiwa mencurigakan terjadi pekan lalu saat Iran mengalami pemutusan internet nasional secara serentak. Pemerintah Iran memberlakukan pembatasan internet setelah sejumlah serangan militer Israel menargetkan fasilitas nuklir dan instalasi militer. Saat warga Iran terputus dari akses informasi, miliarder AS Elon Musk lewat jaringan satelit Starlink-nya tiba-tiba mengaktifkan layanan internet di Iran. Langkah ini menimbulkan tanda tanya karena berpotensi digunakan untuk kepentingan intelijen maupun agitasi.
Israel sendiri mengklaim telah menghancurkan puluhan peluncur rudal milik Iran usai menerima laporan tembakan balasan dari Teheran. Data-data sasaran yang digunakan dalam serangan itu diduga kuat berasal dari hasil operasi intelijen gabungan AS-Israel, yang telah lama memantau aktivitas militer Iran lewat berbagai kanal, termasuk satelit dan jaringan teknologi asing.
Situasi ini kian rumit karena surplus persenjataan dari industri militer AS akibat konflik Rusia-Ukraina yang tak kunjung mengalami eskalasi besar. Banyak analis meyakini bahwa konflik Iran-Israel sengaja dibiarkan membara agar surplus stok senjata dapat terserap dalam pasar militer Timur Tengah. Hal ini bukan sekadar soal geopolitik, tapi juga bisnis besar yang menguntungkan konglomerasi senjata AS.
Trump pun sebelumnya telah menyatakan bahwa konflik ini bisa "mudah diselesaikan" asal kedua pihak bersedia menandatangani kesepakatan damai. Namun pernyataan tersebut justru dinilai kontradiktif dengan ancaman militer yang ia lancarkan kepada Iran. Banyak pihak menilai, Trump hanya mencoba memoles citra politiknya sembari tetap membiarkan Israel bergerak bebas di lapangan.
Peran media Barat dalam konflik ini pun mendapat sorotan. Banyak media dinilai turut andil dalam menyebarkan propaganda yang menakut-nakuti warga Teheran sekaligus membenarkan aksi militer Israel. Berita-berita tentang ancaman nuklir Iran terus dihembuskan, sementara serangan brutal Israel di Gaza dan wilayah Iran justru luput dari pemberitaan utama.
Israel diketahui sejak lama meminta restu Washington untuk menyerang fasilitas-fasilitas strategis Iran. Netanyahu bahkan beberapa waktu lalu mengaku telah mendapatkan izin langsung dari Trump untuk melancarkan aksi militer. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa agresi Israel kali ini bukan tindakan spontan, melainkan bagian dari skenario politik regional yang didesain jauh-jauh hari.
Sejumlah negara Timur Tengah menyebut langkah Trump dan sekutunya sebagai provokasi terbuka yang berpotensi memicu perang besar. Presiden Turki Recep Tayyip ErdoÄŸan menyebut tindakan itu sebagai “api yang sengaja dinyalakan” untuk tujuan politik dan bisnis segelintir elite di AS dan Israel. Ia mendesak PBB segera turun tangan mencegah eskalasi lebih lanjut.
Di sisi lain, warga Teheran mulai panik setelah Trump menyerukan evakuasi massal lewat media sosialnya. Sekitar 10 juta warga ibu kota Iran kini dalam posisi terancam akibat ancaman serangan besar-besaran dari Israel. Ribuan orang dilaporkan mulai meninggalkan kota menuju daerah-daerah pegunungan dan wilayah utara Iran untuk menghindari kemungkinan terburuk.
PBB telah menyatakan keprihatinan mendalam atas situasi tersebut. Sekjen Antonio Guterres menyerukan semua pihak menahan diri dan segera membuka ruang dialog. Namun hingga kini, baik Israel maupun Iran masih memilih jalur kekerasan. Keberpihakan AS di bawah Trump dan dukungan diam-diam dari beberapa sekutu Barat membuat upaya damai hampir mustahil terwujud.
Para analis menyebut, serangan-serangan Israel kali ini lebih terstruktur berkat dukungan data intelijen real-time dari sistem satelit dan jaringan internet yang kembali aktif di Iran lewat Starlink. Hal ini diduga dimanfaatkan untuk memetakan pergerakan pasukan dan sistem pertahanan Iran dengan presisi tinggi.
Konflik ini juga memperlihatkan bagaimana industri senjata AS kembali berjaya setelah pasokan senjata berlebih dari konflik Ukraina-Rusia mulai tak terserap. Timur Tengah kembali menjadi pasar utama, dan ketegangan Iran-Israel adalah ladang bisnis baru bagi perusahaan-perusahaan persenjataan raksasa Amerika.
Kekhawatiran terbesar kini ialah dampak kemanusiaan yang ditimbulkan. Di Gaza, serangan masih berlangsung dan menewaskan ratusan warga sipil, sementara di Iran, masyarakat sipil kembali menjadi korban utama dari konflik elite yang didesain dari balik layar. Banyak pihak khawatir, jika tidak segera dihentikan, perang ini bisa menyulut ketegangan kawasan yang lebih luas.
Pertanyaan besar pun muncul di kalangan pengamat internasional: apakah semua ini memang skenario yang sejak lama dirancang oleh Trump dkk? Rekam jejak politik luar negeri Trump selama ini menunjukkan pola keberpihakan mutlak pada Israel, ditambah rekam kerja sama militer yang intens. Maka tak heran jika banyak pihak meyakini bahwa konflik ini bukan sekadar balas dendam, tapi bagian dari ‘cipta kondisi’ demi ambisi politik dan bisnis segelintir elite.
Cipta kondisi adalah sebuah strategi sistematis yang dilakukan oleh aparat intelijen, militer, atau penguasa politik untuk menciptakan situasi, opini publik, dan lingkungan sosial-politik tertentu agar mendukung atau membenarkan suatu tindakan besar yang telah direncanakan sebelumnya.
Tujuan akhirnya bisa macam-macam: menggulingkan rezim, melegitimasi operasi militer, menghancurkan lawan politik, atau menciptakan ketegangan yang akan menguntungkan pihak tertentu. Biasanya dilakukan secara terselubung, bertahap, dan melalui berbagai lini operasi.
Dibuat oleh AI
Post a Comment